Rabu, 17 November 2010

Awal Puasa dan Hari Raya- Wong Cilik Bingung


Momen hari raya terkadang adalah momen yang sangat dinanti-natikan oleh setiap umat muslim, baik hari raya iedul Adha maupun iedul fitri. Sayangnya momen yang sangat ditunggu-tunggu tersebut ketika mau menjelang malah membuat bingung umat islam terutama wong cilik. Bagaimana tidak bingung, kalau hampir setiap tahun merayakan hari raya, perayaannya selalu tidak bareng, kalau nggak iedul fitri ya iedul adha bahkan permulaan awal bulan puasa juga. Terus sebenarnya siapa sih yang berwenang menentukan kapan awal bulan Romadhon (puasa) atau hari Raya itu?

Kalau menurut keterangan berikut sebenarnya setiap orang boleh menentukan kapan jatuhnya hari raya itu, baik itu iedul fitri, iedul Adha dan juga awal puasa. Hal ini berdasar sabda Rosululloh: Jika kalian melihat bulan sabit (Romadhon) maka berpuasalah, jika kalian melihat bulan (syawwal) maka berbukalah (tiba saatnya hari raya). Jika langit mendung maka genapkanlah tiga puluh hari (HR. Muslim).
 Kata kalian di atas berarti tidak pandang bulu siapapun, artinya dalam satu daerah siapa saja entah itu si A, si B, atau si C dst boleh menentukan awal bulan puasa dan juga waktu hari raya. Akan tetapi kata kalian di atas adalah berarti jamak, jadi dalam satu daerah tidak boleh hanya satu orang saja yang melihat, melainkan harus lebih dari dua orang. 
 
Untuk sekarang ini kita sadari bahwa setiap orang terkadang tidak sempat untuk melihat bulan setiap tanggal 30 sya’ban, yaitu penentuan awal bulan puasa dan juga akhir bulan Romadhon (untuk menentukan waktu hari Raya). Oleh karenanya bagi wong cilik tidak usah melihat bulan (meru’yah hilal), akan tetapi mempercayakan saja kepada petugas yang berwenang yang memang telah di beri tugas untuk menentukan kapan jatuhnya awal puasa, hari raya iedul fitri dan juga hari raya iedul Adha dalam hal ini pemerintah melalui Departemen Agama tentunya.

Wong cilik kadang bertanya-tanya, lha sekarang kan jaman sdh pada pinter, penentuan tanggal bisa ditentukan pakai hitungan (hisab) bahkan seratus tahun kedepan tanggal ini bulan ini jatuh pada hari ini bisa diprediksi berdasarkan hisab, apa dijaman modern ini tidak ketinggalan jaman menentukan hari masih harus melihat bulan (meru’yah hilal), melihat bulan kan jaman Rosululloh?
Ya, kalau kita mau memaknai hadist di atas (HR. Muslim) secara leter leg, ya memang harus melihat bulan (dengan metode ru’yah hilal) bukan metode hisab, akan tetapi bukan itu sebenarnya alas an yang perlu dipertimbangkan, walaupun sekarang sudah jaman modern jaman millenium sebagian orang menyebutnya, akan tetapi seharusnya kita lebih berpedoman pada kehati-hatian. Oleh karena itu selain memakai metode hisab tetap perlu juga memperhatikan ru’yatul hilal.
Ingat prediksi itu bisa tepat dan bisa pula meleset. Perlu diingat pula, bahwa bulan Romadlhon adalah bulan mulia, bulan yang penuh keutamaan dan berkah di dalamnya, karenanya dalam mengawali dan mengakhirinya tidak boleh sembrono. Tidak boleh sembrono karena bulan Romadhon diawali dan diakhiri dengan hari yang diharamkan berpuasa, yaitu yaumssa’ dan haru iedul fitri. Akankak bulan yang mulia, bulan yang penuh keutamaan itu kita mulai dan akhiri dengan prediksi yang bisa jadi tepat atau luput. Bahkan sebulan sebelumnya sudah dengan suara lantang dimedia elektronik dan Koran-koran mengumumkan bahwa awal bulan Romadhon tahun ini jatuh pada hari ini tanggal sekian :o , subhanalloh………

Diakhir tulisan ini saya hanya akan mengutip beberapa ayat:
Hai orang-orang yang beriman TA’ATILAH Alloh dan TA’ATILAH RosulNya dan ulil amri (pemimpin) diantara kamu. Kemudian maka jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu#, maka kembalikanlan ia kepada Alloh (al Qur’an) dan RosulNya (as Sunah), jika kamu benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. YANG DEMIKIAN ITU LEBIH UTAMA DAN LEBIH BAIK AKIBATNYA (Qs. an Nisa’ ayat 59).

Wong cilik kadang masih bingung dengan surat an Nisa’ ayat 59 itu, sebenarnya ulil amri kita sekarang ini siapa, sekarang kan bukan jaman kekholifahaan, apa masih perlu mengikuti pemerintah?
Ya, betul sekarang kita tinggal di Negara Indonesia, bukan Negara Islam, bukan pula jaman keholifaahan tapi jaman millennium. Dahulu waktu jaman Rosululloh yang menjadi ulil amri (pengambil kebijakan langsung) adalah langsung Rosululloh, setelah Rosululloh wafat kemudian di lanjutkan oleh sayyidina Abu Bakar maka yang menjadi ulil amri saat itu beliau sayyidina Abu Bakar, kemudian setelah sayyidina Abu Bakar meninggal kemudian digantikan oleh sayyidina Umar dan yang menjadi ulil amri saat itupun adalah sayyidina Umar, kemudian setalah sayyidina Umar meninggal kemudian digantikan oleh yang lain dan seterusnya….Intinya siapa yang terpilih untuk mengemban kepemimpinan saat itu ya merekalah yang menjadi ulil amri (pengambil kebijakan) di situ. Lha sekarang ini kita tinggal di Negara Indonesia kan, ya pemerintah saat inilah yang berwenang dalam menentukan kebijakan-kebijakan melalui departemen-departemennya. Ayat di atas bukan berarti mengajak kita harus selalu mengikuti (pro) dengan pemerintah, kalau memang kebijakan-kebijakan yang diambil itu melenceng dari al Qur’an dan as Sunah seperti misalnya pemerintah melegalkan perjudian, pabrik miras dsb tentu saja kita harus dengan terang-terangan menolaknya. Namun sebaliknya kalau kebijakan-kebijakan yang diambil adalah untuk kemaslahaan atau kemajuan ya kita harus menta’atinya mendukungnya, seperti pemberantasan korupsi, antipornografi atau penentuan hari iedul adha misalnya. Di jaman super millennium pun al Qur’an dan as Sunah tetep berlaku dan harus kita pakai ‘ala kulli hal.

Berpegangteguhlah kamu semua pada tali Alloh, dan janganlah kamu bercerai-berai dan ingatlah nikmat Alloh kepadamu ketika kamu dahulu (kaum jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka karena nikmat Alloh, Alloh mempersatukan hati diantaramu lalu menjadilah kamu bersaudara. Dan kamu di tepi jurang neraka lalu Alloh menyelamatkanmu daripadanya. Demikianlah Alloh menerangkan kepadamu ayat-ayatnya supaya kamu semua memperoleh petunjuk. (QS Ali ‘Imron ayat:103).

Selamat hari raya iedul Adha 1431H,







# Misal berlainan pendapat tentang penentuan hari raya, atau awal puasa, ya tidak usah saling memaksakan kehendak kembalikan saja pada hadist yang berkaitan tentang penentuan awal puasa (misal HR Muslim yang dikemukakan di atas)